Ushul Fikih dan Fikih

Maret 02, 2022


Ilmu Fikih adalah ilmu dengan hukum-hukum syariat atas suatu perbuatan yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci. Sedangkan Ilmu Usul Fikih adalah ilmu dengan kaidah-kaidah dan pembahasan-pembahasan yang dapat menghasilkan hukum-hukum syariat dari dalil-dalil yang terperinci.

Objek kajian dalam Ilmu Fikih adalah perbuatan mukallaf (orang yang dibebani hukum) yang dinilai dalam kaca mata syariat. Sementara objek kajian dalam Ilmu Usul Fikih adalah dalil-dalil syariat yang dapat dijadikan sebagai landasan atas suatu hukumperbuatan.

Pembahasan dalam Ilmu Fikih lebih terfokus pada dalil-dalil yang sifatnya khusus. Jadi, seorang Fakih tidak berkecimpung dalam dalil-dalil yang sifatnya umum. Sedangkan sebaliknya, pembahasan Ilmu Usul Fikih lebih terfokus pada dalil-dalil yang sifatnya umum, dan tidak pada dalil-dalil bersifat khusus.

Tujuan Ilmu Fikih adalah penerapan hukum-hukum syariat terhadap perbuatan mukallaf itu sendiri. Misalnya hukum puasa di bulan Ramadhan adalah wajib, sehingga menuntut setiap mukallaf untuk mengerjakannya. Sedangkan Ilmu Usul Fikih bertujuan untuk menerapkan kaidah-kaidah yang dikandung di dalamnya terhadap nash (teks) atau dalil-dalil syariat, agar dapat mengambil kesimpulan suatu hukum. Misalnya ada permasalahan baru yang harus dicarikan hukumnya berdasarkan hukum Islam. Maka kaidah-kaidah atau metode di dalam Usul Fikih dapat digunakan untuk menyimpulkan hukum atas permasalahan baru tersebut. 

Hukum-hukum Fikih terlebih dahulu ada dibandingkan kaidah-kaidah dalam Ilmu Usul Fikih. Hukum-hukum Fikih telah ada sejak awal mulanya agama Islam turun. Pada masa Rasulullah SAW, hukum-hukum Fikih ini bersumber langsung dari nash Al-Quran dan Sunnah. Sedangkan pada masa Sahabat (pasca wafatnya Rasulullah SAW), hukum-hukum Fikih bersumber dari nash Al-Quran, Sunnah dan hasil  ijtihad para Sahabat atas suatu perkara. Sumber ini terus berkembang dan berbeda lagi pada masa setelahnya, yaitu masa Tabi'in dan Tabi' Tabi'in. Pada masa ininsumber hukum-hukum Fikih berasal dari nash Al-Quran, Sunnah, fatwa Sahabat dan ditambah lagi fatwandari para mujtahid.

Setelah masa Sahabat inilah Ilmu Fikih baru mengalami kodifikasi dan menjadi cabang ilmu tersendiri. Kitab pertama yang dibukukan adalah  “Muwatha” karya Imam Malik bin Anas. Kitab ini merupakan kitab Hadis dan Fikih yang berisi kumpulan Hadis-Hadis Rasulullah SAW, fatwa Sahabat, Tabi'in dan Tabi' Tabi'in.

Sedangkan Ilmu Usul Fikih, belum dibukukan hingga pada abad ke-2 H. Sebab, pada abad ke-1 H, umat Islam ketika itu masih belum membutuhkan Ilmu Usul Fikih. Pada zaman Rasul, semua permasalahan  dikembalikan kepada beliau. Sedangkan pada masa Sahabat, mereka berfatwa atas suatu permasalahan dengan berdasarkan pada nash Al-Quran dan Sunnah yang dipahami mereka. Kedekatan para Sahabat dengan Rasulullah SAW juga menjadi faktor terpenting kenapa pada masa ini Ilmu Usul Fikih masih belum dibutuhkan. 

Orang yang pertama kali merumuskan kaidah-kaidah Usul Fikih dan menjadikan pembahasannya menjadi ilmu yang independen adalah Imam Muhammad bin Idris as-Syafi'i (w. 204). Kitab beliau dalam Usul Fikih ini adalah “ar-Risalah”. Dalam membentuk kaidah atau metode Usul Fikih, setidaknya ada tiga cara yang ditempuh para ulama.

Pertama, mereka membuat kaidah berdasarkan kekuatan pemahaman mereka yang benar dan secara mantiq. Artinya, mereka tidak terlalu melihat hukum-hukum Fikih yang sebelumnya telah dikeluarkan oleh imam-imam mujtahid. Cara seperti ini kebanyakan digunakan oleh imam-imam di madzhab Syafi'i dan Maliki. Contohnya adalah kitab “al-Mustashfa” miliknImam Ghazali (w. 505) dan kitab “al-Ahkam” milik Abu Hasan al-Amadi (w. 631).

Kedua, para ulama merumuskan kaidah Usul Fikih berdasarkan hukum-hukum Fikih yang telah dikeluarkan oleh para imam-imam mujtahid mereka. Maka tidak heran jika dengan cara ini, dalam buku-buku mereka banyak disebutkan contoh-contoh hukum permasalahan cabang, kemudian menyimpulkannya menjadi sebuah kaidah. Yang biasanya banyaknmenggunakan cara seperti ini adalah ulama-ulama dari 
madzhab Hanafi.

Dan yang ketiga adalah mereka yang merumuskan kaidah-kaidah Usul Fikih dengan cara menggabungkan kedua metode di atas.
..... 
Abdul Malik Salim Rahmatullah
Ketua Pengurus Perwakilan Nahdlatul Wathan Mesir, Mahasiswa Fakultas Syariah & Hukum universitas Al Azhar Kairo. 

You Might Also Like

0 comments


Pengurus Perwakilan Nahdlatul Wathan (PWK NW) Mesir adalah organisasi keagamaan sekaligus kemasyarakatan di Mesir yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang beriman dan bertaqwa dan terwujudnya kesejahteraan lahir dan batin dalam rangka memperoleh ridla Allah di dunia dan akhirat berdasarkan pada "Pokoknya NW, Pokok NW Iman dan Taqwa".

PWK NW MESIR