Mengenal Macam Ragam Puasa
April 20, 2022Puasa bukan hanya “ajaran normatif” eksklusif umat Islam saja. Puasa juga bukan hanya tradisi dan praktik eksklusif umat beragama saja. Puasa sudah menjadi praktik berjamaah yang lumrah berbagai umat manusia, baik komunitas agama maupun non-agama, sejak ribuan tahun silam.
Meskipun puasa dipraktikan dan sudah menjadi tradisi berbagai umat agama dan non-agama, tetapi tidak semua umat tersebut memiliki maksud, tujuan, dan “aturan main” yang sama tentang puasa.
Ada yang berpuasa dari pagi sampai petang. Ada lagi yang berpuasa dari siang sampai pagi. Ada yang berpuasa tidak makan dan minum, ada yang tidak makan saja tapi boleh minum, yang lain tidak boleh makan, minum, udud atau ngrokok plus nggebleh. Pula, ada yang berpuasa untuk menjaga kesehatan tubuh, latihan olah spiritual, membangun relasi transendental dengan Tuhan, mengasah rasa kemanusiaan, atau bahkan untuk bertahan hidup.
Hippocrates yang disebut-sebut sebagai “Bapak Pengobatan Modern” yang hidup sekitar 400-an SM, misalnya, menganjurkan pasiennya untuk berpuasa karena puasa adalah metode pengobatan paling ampuh. Ia pernah menulis “To eat when you are sick, is to feed your illness”. Jadi, kalau kita makan saat sedang sakit itu sama dengan menyuapi si penyakit.
Pernyataan Hippocrates of Cos itu diamini, didukung, dan dipraktikkan oleh berbagai filsuf Yunani Kuno lainnya seperti Plutarch, Plato, Aristotle, dlsb. Karena kemampuan mengobati dari dalam, oleh mereka, puasa disebut sebagai “physician within”.
Bukan hanya para ilmuwan dan filsuf agung Yunani Kuno saja, sejumlah filsuf, ahli medis, atau cendekiawan Barat juga mengakui keampuhan puasa. Misalnya, Philip Paracelsus, pendiri toxicology dan sistem pengobatan Barat modern yang hidup di abad ke-16 M, pernah menulis “Fasting is the greatest remedy”. Pak Benjamin Franklin, salah satu Bapak Pendiri Amerika Serikat, juga menganggap puasa, selain istirahat, sebagai praktik pengobatan terbaik (“the best of all medicines is fasting and resting).
...
Bukan hanya untuk pengobatan saja, puasa juga dipraktikkan oleh sejumlah masyarakat suku dan non-suku yang berpola hidup nomadik (berpindah-pindah) sebagai strategi terbaik untuk bertahan hidup. Misalnya, puasa sudah lazim dilakukan oleh berbagai suku di Afrika (seperti Gabbra) untuk bertahan hidup khususnya di musim paceklik. Konon, suku-suku Israel kuno (Israelites) juga menggunakan strategi puasa untuk bertahan hidup di saat dikejar-kejar musuh (misalnya Bangsa Mesir) dan bersembunyi di gua-gua.
Yang lain mempraktikkan puasa sebagai “olah spiritual”. Hampir semua komunitas agama besar di dunia (Yahudi, Kristen, Islam, Hindu, Buddha, Taoisme, Jainisme, Baha’i, dlsb) mempraktikkan puasa, secara teori, untuk tujuan menggapai dimensi spiritual-transendental ini, selain sejumlah tujuan sekunder. Yesus, Muhammad, Siddharta, Bahaullah, dlsb, mempraktikkan puasa.
Mungkin hanya Sikh yang tidak “mengajarkan” puasa sebagai “olah spiritual”, kecuali untuk praktik pengobatan saja. Bagi para guru Sikh, puasa tidak membawa manfaat dan dampak spiritual apapun, selain menyengsarakan diri.
0 comments