Ma'had Darul Qur'an Wal Hadist Al-majdiyyah Al-syafiiyyah Nahdlatul Wathan
Juli 02, 2022MENGENANG KEMBALI MA'HAD DARUL QUR'AN WAL HADIST AL-MAJDIYYAH AL-SYAFIIYYAH NAHDLATUL WATHAN: GARDA TERDEPAN PENGAWAL VISI-MISI ORGANISASI NAHDLATUL WATHAN DAN PENYANGGA NKRI
(Refleksi 57 Tahun Alumni MDQH NW Berkontribusi untuk Negeri)
Oleh:
H.Fahrurrozi Dahlan, QH.
(Alumni MDQH ke-33- Sekretaris Jendera PB NW- Direktur Pascasarjana UIN Mataram).
Al-Faqir mengawali tulisan ini dengan lagu Mars Ma'had DQH NW yang menjelaskan subtansi dan intisari esensi Ma'had DQH didirikan oleh Maulanassyaikh TGKH. M. Zainuddin Abdul Madjid.
Ma’had Darul Qur’an Wal Hadits yang mulia, Genap Lima tujuh (57) tahun sudah usianya, Semoga perguruan tinggi Ma’had tercinta , Diridhai Allah abadi sepanjang masa, Ma’had penyebar ilmu dan hukum syari’ah, Penyubur makmur iman takwa yang sehat , Ma’had pembimbing umat dan masyarakat, Menuju kebahagiaan dunia dan akhirat, Ma’had pencetak kader ulama kiyai, Kader muballigh yang terampil dan berbudi, Ma’had bukan tempat mengejar pangkat dan kursi, Ma’had tempat menuntut ilmu Rabbul Izzati, Ma’had banyak masuk di madrasah Shaulatiyyah, Madrasah tertua di tanah suci Makkah, Banyak berhasil jadi ulama syari’ah, Menjadi penegak Ahlussunnah Wal Jamaah, Kalau sudah mendapat ijazah Ma’had, Jangan banggakan ijazah kertas mengkilat, Berusaha lagi agar sampai mendapat, Ijazah termulia ijazah masyarakat.
Ma’had Dār al-Qur’ān wa al-Ḥadīth al-Majīdiyyah al-Shāfi’iyyah Nahḍah al-Waṭan (MDQH NW) didirikan pada tanggal 15 Jumādā al-Ākhirah 1385 H/ 1965 M, yakni tepat 12 tahun setelah berdirinya organisasi NW. Kata Ma’had merupakan bahasa Arab yang berarti sebuah lembaga pendidikan agama, Dār al-Qur’ān wa al-Ḥadīth berarti tempat mengkaji dan meneliti al-Qur’ān dan Ḥadīth, al-Majīdiyyah maksudnya keturunan Datok TGH. ‘Abd al-Majīd, ayahanda al-Maghfūr lah Mawlānā al-Syaikh TGKH. Muḥammad Zayn al-Dīn ‘Abd al-Majīd selaku pendiri, sedangkan al-Shāfi’iyyah berarti penganut madzhab Imam al-Shāfi’ī. Adapun hal-hal yang melatar belakangi berdirinya MDQH, di antaranya:
Pertama: Adanya bisyarah atau petunjuk langsung dari guru besar beliau Mawlānā Syaikh Ḥasan Muḥammad al-Mashshāṭ yang tertera dalam surat korespondensi beliau dalam kurun waktu 30 tahun memonitoring perkembangan Madrasah NWDI -NBDI dan NW khususnya lembaga khusus yang mengkaji khazanah kitab-kitab klasik berbahasa Arab. salah satu isi surat ini yang penulis terjemahkan dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia,
Pengirim (al-Mursil)
Bismillahirrahmanirrahim 1 Muharram 1399 H
Dari al-Muhibb (yang amat mencintai) Muhammad al-Massyath kepada aL-Allamah Syaikh Anfenan, Alimu Anfenan pembawa panji-panji dakwah dan bendera kebenaran kepada Allah yang maha Haq dengan metode Dakwah yang benar. Al-Ustaz Muhammad Zainuddin semoga Allah selalu memeliharanya dari keraguan dan dan penyakit Ain, semoga tercurahkan selalu taufiq hidayah untuk perkhidmatan terhadap ilmu dan ahli ilmu. (Assalamualaikum Wa ala a'dho'i Annahdhaty wa Talamiiziha Zukuuran wa inaatsan wa Rahmatullah Taala Taghsyaahum wa Ta'ummuhum Ma'alluthfi Jamiian Ma'alluthfi, Amiin). Keselamatan terhadapmu dan terhadap seluruh Anggota NW beserta Murid-Murid NW lak-laki maupun perempuan semoga rahmat Allah tercurahkan kepada mereka dan melindungi mereka dengan kemahalembutan, Amin). Amma ba'du: Saya menulis sepucuk surat kepadamu dengan agak tergesa-gesa dan ada sepucuk surat saya telah tuliskan kepadamu tentang hal-hal yang terkait dengan ilmu, keutamaan ilmu guna kamu bisa bacakan kepada murid mu-muridmu santri-santri kita, anak-anak didik kita, dan agar mereka tahu untuk selamanya, terjaga dan terpelihara dan saya selalu berharap dan berdoa kepada mereka untuk selalu bersama ilmu yang benar dan amal yang benar dan tetap mengikuti sunnah nabi kemudian dapat berkhidmat terhadap ilmu dan menegakkan panji dakwah kepada Allah sebab itu semua merupakan tugas para nabi saw semoga Allah memberikan rizqinya berupa kesempurnaan yang ikhlas.
Kedua: Mawlānā Syaikh Syaikh Sayyid Muḥammad Amīn al-Kutbī dalam Taqriz (Kata Pengantar- Prolog) kitab Mikrajussibyan ila Samâi Ilmi al-Bayan karya Maulanassyaikh TGKH.Muhammad Zainuddin Abdul Madjid:
فِي سَاحَةِ الْعِلْمِ لَهُ مَعْهَدٌ * لاَ يَبْرَحُ الطُّلاَّبُ فِي ظِلِّهِ
di lapangan ilmu ia dirikan Ma’had * Tetap dibanjiri ṭullab-Thallibat menuntut ilmu mengkaji kitab.
Ketiga: Untuk mempertahankan dan memperkuat generasi ulama’ salaf dengan mengkaji kitab-kitab agama Islam yang populer disebut dengan kitab kuning alias kitab gundul (Telaah terhadap kitab kuning menjadi sarana dan media yang sangat tepat dalam meningkatkan kwalitas sumber daya umat islam terutama warga Nahḍah al-Waṭan).Dalam konteks ini Maulanassyaikh TGKH.M.Zainuddin Abdul Madjid menyatakan dalam gubahan syair beliau:
وَنَهْضَتُنَا نَهْضَـةُ الْوَطَنِ * لَبَثِّ الْعُلُوْمِ مَدَى الزَّمَنِ
بِفَتْـحِ مَدَارِسَ وَالْمَعْهَدِ * تُنِـيْرُ الْبِـلَادَ بِلَا وَهَــنِ
Gerakan kami di Nahdlatul Wathan, Sebarkan ilmu di sepanjang zaman, Buka sekolah serta perguruan (Ma'had), Sinari negeri tanpa keluhan
Keempat: Untuk mentransformasikan ilmu agama yang sudah beliau timba dari guru besar beliau sebagai cikal bakal pejuang agama nusa dan bangsa dan sebagai tempat untuk mencetak sarjana-sarjana masjid.
مَـعْهَدُ الْقُرْاٰنْ بِــنَا * فَادْخُــلُوْا طَالِبِـيْنَ
بِسَـــلَامٍ اٰمِنِــــيْنْ * نَهْضَـةُ الْوَطَنْ فِـيْنَا
Ma’had Qur’an di kami, Masuklah jadi santri, Damai dan ketenteraman, NW kami andalkan
Kelima: Sebagai suatu ikhtiar, wadah dan benteng pertahanan iman dan taqwa yang kokoh dalam upaya mempertahankan idealisme Islam Ahl al-Sunnah wa al-Jamā’ah ‘alā Madhhab al-Imām al-Shāfi’ī r.a.
Keenam: Melihat realita di masyarakat pada zaman modern yang serba canggih ini, maka sangat diperlukan munculnya ’ulama atau sarjana agama yang berkualitas dan mampu mengatasi persoalan yang sedang dihadapi oleh ummat dan mampu membawa agama Islam menjadi central of knowledge (pusat ilmu pengetahuan).
Ketujuh: Ma'had merupakan anak kandung ketiga Maulanassyaikh yang di lembaga inilah Maulanassyaikh menumpahkan segala ilmu pengetahuan beliau setiap hari. Di Ma'had lah tempat beliau mengatur strategi perjuangan, stategi dakwah dan strategi pendidikan yang setelah mengajar di MDQH NW barulah beliau menyapa masyarakat umum ke berbagai penjuru. Sehingga wajarlah beliau berwasiat dan berpesan agar Ma'had ini dijaga, dipelihara dan dikembangkan agar tetap menjadi tumpuan harapan ummat dalam bidang agama.
Pada awalnya Ma’had DQH NW ini hanya untuk yang banin (kaum laki-laki) dengan proses belajar empat tahun. Pada tahun pertama berdirinya Ma’had DQH NW, ṭullabnya dapat diperkirakan sekitar 150 orang. Sepuluh tahun kemudian al-Maghfūr lah Mawlānā Syaikh membentuk Ma’had untuk yang banat (untuk kaum perempuan) dengan lama belajar tiga tahun. Hal ini karena melihat kebutuhan kaum perempuan untuk menjadi pendamping suami dalam berjuang menegakkan syi’ar Islam melalui wadah organisasi NW dan untuk merealisasikan bahwa perempuan merupakan Imād al-Bilād (tiang negara).
Kehadiran Ma’had di Lombok atau lebih dikenal dengan Bumi Selaparang ini sebagai suatu ikhtiar, wadah dan benteng pertahanan iman dan taqwa yang kokoh dalam upaya mempertahankan idealisme Islam Ahl al-Sunnah wa al-Jamā’ah ‘alā Madhhab al-Imām al-Shafi’ī r. a.
Kehadiran Ma’had difokuskan untuk mendalami ilmu-ilmu agama secara kaffah (menyeluruh), membahas dan mendalami kitab-kitab kuning karangan ulama salaf yang sangat dominan dipedomani dalam pelaksanaan ibadah syari’ah sehari-hari. Tradisi yang berkembang di MDQH NW, berprinsip bahwa pesantren dan kitab kuning merupakan dua sisi suatu benda yang tidak terpisahkan. Sejak awal berdirinya telah banyak melakukan pengkajian karya-karya ’ulama klasik yang bersumber dari kitab kuning.
Hal tersebut cukup relevant bagi santri yang berminat mendalami bidang studi keagamaan secara mendalam. Pentingnya kedudukan kitab kuning di Ma’had ini menunjukkan bahwa Islam yang ditebarkan dari pondok pesantren, adalah Islam yang memiliki kesinambungan yang kuat dengan Islam, sebagaimana difahami dan dihayati oleh generasi-generasi sebelumnya. Maka untuk menjaga kesinambungan rantai ilmu keislaman yang optimal, tidak ada jalan lain kecuali dengan mempertautkan dan menduplikasikan apa yang ada (faham keislaman) yang dimiliki oleh generasi sebelumnya, yaitu generasi ’ulama salaf. Pada tahun 1970 M. dirintis pembaharuan lagi di Ma’had dengan mendirikan program Ma’had untuk banat khusus untuk perempuan dalam tiga tingkat, sebagai bentuk manifestasi dari Tholab al-’ilmi farīḍah ’ala kulli muslimīn wa muslimāt (menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan).
Dari awal berdirinya Ma’had menyelenggarakan pembelajaran secara talaqqy atau halaqah yakni dengan bertemu dan berjumpa langsung dengan para pembimbing atau mashayikh. Para ṭullab maupun tholibat dikumpulkan dalam satu kelas sesuai dengan tingkat masing – masing. Keberadaan Ma’had dari dulu hingga saat ini tetap memiliki andil besar dan dirasakan oleh masyarakat sebagai suatu kebutuhan primer, hal itu dapat dibuktikan secara empiris dengan banyaknya para alumni atau dalam istilah populer ma’hadnya para mutakharrijin-mutakharrijat atau Abituren yang tersebar hampir disetiap masjid, musholla ataupun sekolah-sekolah maupun pondok pesantren terutama di pulau lombok yang populer dengan sebutan Pulau Seribu Masjid dan Serambi Masjidil Haram.
TRADISI DAN CIRI KHAS MDQH NW
Ada beberapa tradisi khas Ma'had Darul Qur'an wal Hadist yang menjadi pembeda dengan lembaga keagamaan yang lain di Indonesia:
Pertama; Tradisi Mengkaji kitab-kitab kuning melalui proses Talaqqy atau Halaqah, merupakan tradisi Ulama’ salaf yang masih di praktikkan di kalangan santri khususnya ṭullab MDQH NW Anjani. Tradisi ini mengikuti tradisi keilmuan Islam generasi awal. Pembelajaran Tauhid, Fiqih, dan Thasawwuf secara seimbang dan betul-betul hanya mempelajari kitab-kitab klasik. Pembelajaranpun difokuskan untuk menempa ṭullab menjadi individu yang berakhlak mulia, menjadi pakar hukum dan insan kamil yang yaqin, ikhlas dan istiqomah.
Kedua: Tradisi hormat dan ta’zhim kepada guru, termasuk kepada kitab dan pengarangnya. Hal ini terlihat pada aktifitas keseharian ṭullab/thalibat. Apabila bertemu dengan guru mereka akan mengucapkan salam dan berjabat tangan sambil mencium tangan guru tersebut. Penghormatan kepada kitab dan pengarangnya, dilakukan dengan membawa kitab tersebut dengan penuh ta’zhim.
Ketiga:Tradisi Estafet dan silsilah ilmu yang diterima dari guru sehingga kitab-kitab yang dipelajari betul-betul diseleksi kitab siapa dan bagaimana pengarangnya. Sehingga di akhir pendidikan ṭullab yang akan tamat mendapatkan ijazah kitab-kitab yang sudah dipelajari dari para MaSyaikh.
Keempat: Tradisi menjalankan ibadah, dilakukan dengan memperbanyak sholat sunnah seperti Rawātib, Tahajjud, Dhuha, Awwabīn, Witir, Tahiyyah al-Masjid, Wudhu’, dan lainnya. Tullāb-Tālibāt juga sering diijazahkan beberapa wirid dan dzikir tertentu untuk diamalkan.
Kelima: Tradisi berprilaku yang memiliki makna moral yang mendalam, seperti berpakaian sederhana dan serba putih mengajarkan untuk hidup sederhana dengan hati yang bersih dan putih yang jauh dari jiwa hasad, takabbur dan penyakit hati lainnya, melalui pakaian yang serba putih di harapkan akan menjadi orang yang beriman dan bertaqwa seputih pakaian yang dikenakan.
Keenam: Tradisi Haflah (pada saat acara al-Dhikrā al-Ḥawliyyah) untuk ṭullab baru. Setiap ṭullab baru dicukur oleh semua Masyayikh MDQH, sedangkan thalibat dengan digetuk kepalanya oleh para Mashayikh untuk mengisyaratkan dengan masuk Ma’had di harapkan setelah mereka diakui sebagai ṭullab MDQH, maka mereka harus menjauhi akhlak yang dulunya mungkin kurang baik menjadi akhlakul karimah.
Ketujuh:Tradisi Ma'had adalah Tradisi Madrasah al-Shaulatiyyah Makkah al-Mukarramah berupa Tradisi ijazah kitab (ijâzah al-kutub al-maqrû’ah). Salah satu tradisi aswaja Nahdlatul Wathan adalah tradisi ijazah kitab yang dibaca setiap hari di pondok pesantren, yang kemudian diijazahkan di akhir kegiatan pembelajaran. Biasanya ijazah kitab ini dilaksanakan saat pelepasan santri atau siswa-siswa saat tamat dari bangku sekolah. Tradisi ijazah kitab yang dilaksanakan di pondok pesantren Nahdlatul Wathan dengan tujuan pokok sebagai berikut:Pertama,tradisi ijazah ini dilakukan untuk tafâ’ulan dari isi kitab yang dibaca, agar ilmu yang diperolehnya menjadi berkah dan dapat diamalkan sepulang mereka nanti di tempat tinggal masing-masing.Kedua,ijazah kitab menjadi penanda silsilah keilmuan dan transmisi keilmuan dari guru ke murid, di mana guru yang mengajarkan kitab-kitab mu’tabarah tersebut telah menerima ijazah dari guru-guru mereka, sehingga silsilah atau mata rantai keilmuan mereka sampai kepada Rasulullah SAW. Ketiga, mempertegas genealogi keilmuan dari sang guru kepada murid. Guru memperteguh keilmuannya dengan ijazah yang diterima dari guru-gurunya berkat ijazah kitab tersebut. Keempat, ijazah kitab dilaksanakan dengan adanya ijab dan kabul dari guru ke murid, yang diawali dengan membaca salah satu kitab yang telah khatam dibaca, setelah selesai dibaca baru sang guru berucap, “Ajaztukum jamî’ al-kutub al-maqrû’ah.”(saya ijazahkan kitab-kitab yang dibaca tersebut)Lalu sang murid spontan menjawab,“Qabilnâ al-ijâzah,” atau “qabiltu al-ijâzah.” Inilah sesungguhnya identitas dan kekhasan ahl al-sunnah wa al-jamaah ala Organisasi Nahdlatul Wathan.
MA’HAD DQH NW saat ini dipimpinan oleh: Maulanassyaikh TGKH. L. G. M. Zainddin Ats-Tsani, Lc., M.Pd.I. (Amid), TGH.L. Anas Hasyri, QH (Wakil Amid I) dan TGH. Zaini Abdul Hannan, Lc., M.Pd.I (Wakil Amid II. Para Mashayikh atau dosen yang menjadi tenaga pendidik dan pengajar di MDQH NW Anjani rata-rata adalah para lulusan Madrasah al-Ṣawlatiyyah dan Perguruan Tinggi terkemuka di Timur Tengah maupun di Indonesia. Di Timur Tengah terdapat Madrasah terkenal di kota Makkah al-Mukarramah yaitu Madrasah al-Sawlatiyyah yang didirikan seorang Ulama Besar dari India yaitu Faḍīlah al-Syaikh Rahmatullah al-Hindī yang sudah terbukti keeksistensiannya dalam melahirkan ulama-ulama termasyhur di dunia Islam. Ada pula Universitas Ummul Qura’ yang dikelola oleh pemerintah Arab Saudi yang juga sebagai basis kader para ulama intelek yang memiliki integritas keilmuan dan banyak menjadi dosen di berbagai Perguruan Tinggi ternama di Timur Tengah dan di Indonesia. Banyak pula yang menjadi aktifis islam sebagai penggerak dan penebar kebaikan.
Terdapat pula Madrasah Dār al-’Ulūm Makkah sebagai kebanggan luar biasa bangsa Indonesia yang melahirkan anak negeri yang mampu dan memiliki kafabilitas moral dan keilmuan dalam berbagai disiplin ilmu keislaman yang berasal dari Kota Padang (Indonesia) yang terkenal sebagai Musnid al-Dunyā (Pakar Sanad sedunia) dalam bidang ’Ulūm al- Hadith. Ma’had Dār al-Qur’ān wa al-Hadith sering di datangi oleh para Ulama’ yang setiap tahun datang berkunjung baik dari timur tengah (Arab Saudi dan sekitarnya) maupun dari luar negeri. Sampai saat ini sudah beberapa Ulama’ yang telah datang berziarah ke Pondok Pesantren Syaikh Zayn al-Dīn NW Anjani (Ma’had). Syaikh Majīd Sa’īd Mas’ūd Salīm Rahmatullah (Mudir Madrasah aal-Shaulatiyah), Syaikh Sayyid Ayyub Abkār Asad bin ‘Alī al-Ahdal al-Yamānī al-Makkī, Syaikh ‘Abd al-Hafīdh Mālik ‘Abd al-Haq al-Makkī, Syaikh Muhammad bin Ismā’īl Uthmān Zayn al-Yamānī, Syaikh Musṭafā Abu Zayyan al-Jazā’irī, Syaikh Ṭāriq Sardār ‘Alī, Syaikh Fauzi Qāsim, Syaikh Adnān Alṭāf, Syaikh al-Habib Zayd al-Yamāni, Syaikh Prof. Dr. Hasan Abbas Hasan, Syaikh Al-Qāri’ Muhammad Ayyub Qāsimi, Syaikh Nūr Islam Dalīl al-Rahmān, Syaikh ‘Abd al-Wāhid Mālik ‘Abd al-Haq, Syaikh ‘Abd al-Karīm Muhammad Ṣayf al-Yamani, Syaikh Dr. Said ‘Inayatullah, Syaikh Muhammad Ahmad Yar, Syaikh Irfan Muhammad Alṭāf, Syaikh Ahmad ‘Abd Wāhid, Syaikh Ismā’īl Ahmad al-Makkī, Syaikh Ahmad Zaman, Syaikh ‘Abd al-Halīm Abdullah dan masih banyak ulama-ulama yang lain yang belum disebutkan di sini.
Kedatangan para Ulama’ dari berbagai penjuru negeri Arab ke tanah Anjani ini merupakan karunia Allah SWT. yang sangat luar biasa dan patut kita syukuri bersama. Para Ulama’ yang datang berkunjung tersebut merasa sangat gembira bisa datang berziarah ke Pondok Pesantren Syaikh Zayn al-Dīn NW Anjani yang dirintis oleh putri Mawlānā Syaikh yaitu Ummunā al-Mujāhidah Hājjah Sitti Raihan Zayn ‘Abd al-Majīd.
Syarat-syarat Dosen dan masyaikh MDQH NW Anjani yang mengajar di Kampus MDQH NW Anjani sebagai berikut;Memiliki keyakinan Ahl al-Sunnah Wa al-Jamā’ah dan bermazhhab, Memiliki kemampuan membaca kitab klasik dengan baik dan profesional, Memiliki dedikasi dan loyalitas yang tinggi terhadap Nahḍah al-Waṭan, Memiliki keloyalitasan yang tinggi terhadap pondok pesantren dan kepemimpinan Ummi Al-Mujāhidah Hājjah Siti Rayhan Zayn al-Dīn ‘Abd Majīd dan Maulana TGKH.M. Zayn al-Dīn al-Thānī, Lc., M.Pd.I, Memiliki pengalaman mengajar di pondok pesantren dan diakui oleh masyarakat.
Pembelajaran di Ma’had secara kultural mengikuti Madrasah induknya yaitu Madrasah tertua di Tanah Suci Makkah, Madrasah al-Ṣawlatiyyah Makkah al-Mukarramah tempat Mawlānā Syaikh pernah menuntut ilmu dan menjadi alumnus terbaik. Pembelajaran dilakukan dengan system halaqah. Pakaian seragam Ma’had adalah pakaian yang terdiri dari kopiah berwarna putih, baju koko tak berkerah (baju taqwa) berwarna putih, dan kain sarung berwarna putih.
Kurikulumnya adalah kurikulum khusus yang di formulasikan untuk melahirkan para santri calon ulama’ yang diharapkan mampu mengkaji dan menggali ajaran-ajaran Islam dari sumbernya yang outentik. Kitab-kitab pokok yang dipelajari di Ma’had antara lain: Tafsir Jalālayn (Tafsir), Fayḍ al-Khabīr, Al-Qawl al-Munīr (Usūl al-Tafsīr), Bulūgh al-Marām, Subu al-Salām, Ibānah al-Aḥkām (Ḥadīth), Raf’ al-Astār (Muṣtalah al-Ḥadīth), Al-Ḥuṣūn al-Ḥamīdiyyah, al-Sa’ādah (Tawḥīd),I’ānah al-Ṭālibīn, Anwār al-Masālik, Kāshifah al-Sajā (Fiqih), Al-Waraqat, Īḍāh al-Qawā’id al-Fiqhiyyah, Gāyah al-Wuṣūl Sharḥ al-Uṣūl (Ushul Fiqh), Ibn Aqīl/ Al-Kawākib al-Durriyyah (Nahwu), Sharḥ al-Kaylāni (Sharef), Al-Jauhar al-Maknūn (Balaghah), Nahḍah al-Zainiyyah, Sharh al-Raḥabiyyah (Fara’id), Sulam al-Munauraq (Mantiq), Sullam al-Nayyirain, Al-Ṣihmīm (Falak), Minhāj al-‘Abidīn (Tasawwuf), Al-Mukhtaṣar al-Shāfi (Arudl) dan Al-Mauḍu’āt al-Mukhtalifah/ Khasāis al-Ummah al-Muḥammadiyyah (Insya’).
Dilihat dari kurikulum dan kitab-kitab yang dikaji, terlihat dengan jelas bahwa kitab-kitab yang dikaji cukup memadai dan cocok untuk mencetak calon ahli agama, baik dalam bidang hukum Islam, sosial dan dakwah yang handal. Disamping dilengkapi dengan seluruh cabang ilmu tata bahasa arab, juga ilmu tafsir dan ushulnya, ilmu fiqh dan ushulnya, ilmu hadits dan ilmu mushtalahul hadits. Mereka juga di bekali dengan beberapa keterampilan dan pelatihan tekhnologi yang di perlukan di masyarakat dan instansi pemerintahan. Sehingga ketika terjun di masyarakat mereka dapat terpakai bukan dalam bidang agama saja, tapi mempunyai nilai plus pada keterampilan lainnya. Sedangkan belajar mengajar disampaikan menurut klasifikasi program belajar sebagai berikut : Pengajian pagi, yang diikuti oleh semua tingkat sebelum masuk kelas, Dirasah yaumiyyah (belajar setiap harinya) disampaikan dengan metode : Ceramah, tanya jawab dan dialog interaktif, Pengajian model bandongan dan sorogan, Studi kepustakaan literatur klasik keagamaan, Tadris wa ta’lim, Muhadatsah / muhawaroh, Penugasan penulisan ilmiah (jangka panjang dan jangka pendek), Persiapan event Musabaqoh Qiro’atul Kutub Nasional setiap tahun, ada Kegiatan extra(Tahfizul Qur’an, Qiro’atul Kutub, Muhadlarah, Mudzakaroh) dan kajian mendalam terhadap kitab-kitab tertentu untuk penguasaan bidang studi dengan bimbingan masyaikh bidang studi (Al-Masā’il al-Fiqhiyyah al-Wāqi’iyyah al-Ḥadīthiyyah, Latihan Tilawah al-Qur’an,Burdah, Team Wasiat dan Qasidah, Seni Kaligrafi dan menggambar dan Pelatihan dan pengembangan bakat lainnya).
EKSISTENSI ALUMNI MA’HAD DALAM PENYEBARAN NW DI INDONESIA
Alumni MA'HAD DQH generasi alumni pertama 1968-sampai alumni 1975 (generasi awal lahirnya para masayikh). Ma’had Darul Qur'an wal Hadis didirkan pertama kali oleh Maulanassyaikh TGKH.M.Zainuddin Abdul Madjid pada tahun 1965, dan tamatan pertama yang kemudian populer dengan istilah Mutakharrijin-Mutakhaarijat (Alumni) Ma'had pertama pada tahun 1968 M, yang istilah katibnya saat itu almarhum Ust.H.Jamiluddin Kelayu, dengan tulisan tangannya dengan istilah Fauj ke-I th-1388 H/1968 M, dengan data lengkapnya sebagai berikut:
Alumni Fauj Ke-I- Tahun 1388 H/1968 M: Ma'had lil Banin M.Jamiluddin (TGH.Habib Thantawi-Paok Tawah), H.Sadarudin,(TGH.Sadarudin, Suralaga) Maliki,(Bagik Polak Lotim) Mahsun, (TGH.Mahsun Siddiq, Mertak Men Praya) H.M.Azkar, (Selanglet-Penujak) Qomaruddin,(TGH. Qomarudin Dahlan-Mapong-Praya) Ma'rifudin/Abu Fauzan,( Gegurun, Suralaga, Lotim) Abdul Manan,( Merang, Praya, Loteng) A.Dasuki Mu'thi, (Mamben) Musipudin. (Suralaga, Lotim ). Nama-nama ini merupakan almuni terbaik MDQH NW saat itu yang secara berurutan sebagai juara Satu sampai juara 10.
Alumni Fauj Ke-II- Tahun 1392 H/ 1972 M : Ma'had lil Banin
Secara berurutan alumni-alumni angkatan kedua, mendapatkan rangking satu sampai 13 yaitu: M. Thahir Azhar, (TGH M.Tahir Azhary- Merang-Praya) Syamsuddin,(Pancor) Mahmud Yasin, (TGH.Mahmud Yasin-Lendang Kekah-Mantang) Syamsiyah,(TGH- Aikmel, Lotim) Abdul Mannan, (Pelambek Loteng) Mirasih,( Kembang Kerang, Lotim) H.Sadaruddin (Masbagik), Alimudin/H. Abdul Hafiz (Aikmel, Lotim), Mahnan Ali (Merang, Praya), Mas'ud Abdurrahman (Merang, Praya Loteng), Mas'ud Hazri (Selong, Lotim), Mahir (Swele, Lotim) dan Mazdi.
Alumni Fauj Ke-III- Tahun 1394 H/1974 M : Ma'had lil Banin. antara lain; Abdul Barri, (TGH)(Wajegeseng) M. Yusuf Ma'mun,(TGH) (Rensing) Abdurrahim (TGH) (Wakul), Abdul Wahab, (Bagiknyale). Ini nama-nama yang dapat penulis kemukakan di tulisan ini. Kedepan akan dilengkapi biar datanya lengkap.
Alumni Fauj Ke-IV- Tahun 1395 H/1975 M : Ma'had lil Banin
Ahyar (Drs.H.MA- Pancor), Anas Hasyri (TGH-Mt Berung Sakra), Amanah (TGH.-Sekarteja), Sahruf (TGH.M.Zahid Syarif-Selat Narmada), Ahmad Jamali (Ust. Pakel-Lobar), Mahfuzh (TGH-SQ-Pancor), Nurdam (Ust-Montong Baan), M. Qazwaini ( Peseng-Loteng), Amiruddin (Pancor), Abdullah (Kembang Kerang), M. Seddiq (Rensing), Naimuddin (Sintung), Abd.Hamid (Dasan Lekong), M.Shadiq (Praya), Damrah (Aikmel), M.Yusi Adnan (Mamben), Muh.Hilmi Najamudin (TGH-Praya). Organisasi Nahdlatul Wathan sebuah Organisasi kemasyarakatan Islam yang mengambil zona geografis di wilayah Nusantara. Maka Islam ala Nahdlatul Wathan adalah perjuangan dan pengumulan dialektika keagamaan dalam wajah Islam Nusantara yang akomodatif terhadap realitas tanah air (al-waqaiyyah al-wathaniyah).
Penyebaran organisasi NW di berbagai provinsi di seluruh Indonesia yang saat ini telah mencapai lebih 1650 buah lembaga pendidikan yang tersebar di 34 Provinsi di Indonesia.
Pertama di Pulau Sulawesi. Penyebaran Organisasi NW Pulau menyebar di Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat. Dapat dicontohkan lembaga pendidikan yang tersebar di pulau Sulawesi Tenggara antara lain: Pondok Pesantren Darul Ulum NW Bima Maroa-Andolo Barat Konawe Selatan Sultra di bawah pimpinan Ust Jamhuri Karim, QH, S.Sos.I. Pondok Pesantren Majmaul Muhajirin NW Rahamenda- Kecamatan Bukek Konawe Selatan pimpinan Ust Jumiroh, QH., S.Sos.I. Pondok Pesantren Birrul Walidain NW Anahinunu Kec. Amonggedo Kabupaten Konawe Pimpinan Ust. Fatroni, QH.,S.Pd.I. Pondok Pesantren Khairussunan NW Marga Jaya Kecamatan Rorowatu Utara Kabupaten Bombana Pimpinan Ust.Rasiman, QH. SE. Begitu juga Penyebaran Organisasi NW di Sulawesi Selatan antara lain Pondok Pesantren Shohifatusshofa NW Ramawangun Kabupaten Luwu Utara Pimpinan Ust. Maliki al-Wathani, QH., S.Pd.I. Sedangkan Penyebaran Organisasi NW di Provinsi Sulawesi Tengah seperti Pondok Pesantren Tarbiyatunnasyiin NW Pasir Lamba Kabupaten Luwuk Banggai Sulawesi Tengah, Pimpinan Ust. Muhtasam,QH., S.Pd.I.,M.Pd.I. Pondok Pesantren AL-Mujahidin NW Mantadulu Kabupaten Luwu Timur Pimpinan Ust. Rusdan,.QH.S.Ag. Pondok Pesantren Hikmatul Husna NW Luwuk Baggai Pimpinan Ust. Sam'an Husni, QH., S.Pd.I. Pondok Pesantren AL-Amin NW Morowali. Untuk Penyebaran NW Provinsi Gorontalo terdapat lembaga pendidikan sekaligus majelis dakwah dan sosial berupa Pondok Pesantren Kharul Fatihin NW, Bualemo, Gorontalo, dan Pondok Pesantren Birrul Walidain NW, Marisa 2, Pahuato, Gorontalo.
Kedua: Penyebaran Organisasi NW Pulau Jawa
Penyebaran dan pelebaran sayap perjuangan Organisasi Nahdlatul Wathan terus merambah di setiap kabupaten dan kota yang ada di setiap pulau di Indonesia. Penghuni Padat penduduk seperti pulau Jawa Organisasi terkonsentari di Jakarta seperti Pondok Pesantren Hamzanwadi NW Jakarta yang berdiri sejak tahun 1980-an kemudian menyebar ke provinsi Banten, ada Pondok Pesantren Asshaulatiyyah NW Tanggerang. Sementara di Jawa Barat dapat ditemukan lembaga pendidikan Pondok Pesantren Nahdlaatul Wathan Subang Jawa Barat, Pondok Pesantren Nurul Haramaîn Jawa Barat.
Ketiga: Penyebaran Organisasi Nahdlatul Wathan di Pulau Kalimantan.
Penyebaran Organisasi NW dalam aspek Pendidikan sosial dan Dakwahnya, hampir merata di seluruh Provinsi yang ada di Pulau Kalimantan. ada beberapa lembaga pendidikan yang tersebar di Pulau Kalimantan, seperti Pondok Pesantren Aminul Quthbi, Ambalut, Kukar, MI, al-Hasaniyah, L3 Blok C- Kukar, Pondok Pesantren AL-Ikhlas NW Sambera, Kukar, Pondok Pesantren Syaikh Zainuddin Nw, Padang Pengerak, Pasir Utara, Madrasah Diniyah Nurul Bilad NW, Kutai Timur. MI al-Mujahiddah Hj.Sitti Raihanun ZAM, Bantuas, Samarinda, SMP Islam Syaikh Zainuddin NW, Sampit, MTS Arrahmah NW, Bulungan, Kaltara, Pondok Pesantren Hidayatusalam NW (MI.MTs., MA) Sungai Danau, MTS. Nurulwaton NW, Kab.Tanah Bumbu, MA. Nurulwathon NW, Kab.Tanah Bumbu, MTS. al-Istiqâmah NW, Kab.Tanah Bumbu, MTS. Nurul Jihad NW, Kab.Tanah Bumbu, MTS. Darul Ishlah NW, Kab.Tanah Bumbu,MTS Hidayatussalam NW, Sungai Loban, Ponpes Syaikh Zainuddin NW, L3, Kutai Kerta Negara, mengelola lembaga pendidikan dari TK - Madrasah Aliyah.
Sedangkan Penyebaran NW di Pulau Batam ditemukan beberapa lembaga seperti Pondok Pesantren Nahdatul Pondok Pesantren Islamic Center Boarding School NW, Ponpes Islahul Ummah NW Batam, Ponpes Insan Madani NW Batam, Ponpes Syaikh ZAINUDDIN NW Bintan, Ponpes Tahfiz Quran Darul Quran wal Hadis Batam, dan lembaga-lembaga pendidikan yang berafiliasi dengan organisasi NW.
Keempat: Penyebaran NW di Pulau Papua.
Penyebaran Organisasi Nahdlatul Wathan di pulau Papua masih sangat terbatas hanya satu lembaga pendidikan yang dirintis di daerah Timika, sebuah lembaga formal dan informal yang didirikan oleh kader Nahdlatul Wathan sekitar tahun 2000. Meskipun secara formal kelembagaan belum banyak di Papua, namun para kader-kader NW dari alumni Ma'had DQH telah menyebar mendakwahkan Islam damai di tengah-tengah pluralitas ummat.
Kelima: Penyebaran NW di NTT.
Ada beberapa titik lembaga pendidikan Nahdlatul Wathan yang tersebar di pulau yang mayoritas penduduknya Kristen. Hampir merata di NTT penyebaran sayap pendidikan karena kader-kader yang berasal dari NTT terhitung banyak sekali sejak tahun 1990-an siswa. Mahasiswa banyak menuntut ilmu di tanah kelahiran NW di Pancor dan Tempat pengembangan organisasi NW di Anjani Lombok Timur. Banyaknya alumni-alumni Nahdlatul Wathan dari Pulau NTT, tentu memberikan dampak positif terhadap pengembangan ajaran agama atau dakwah islamiyah di mana para kader NW berkifrah.
Keenam: Penyebaran NW di Bali
Pulau dewata dengan kekhasannya tidak luput dari kifrah organisasi Nahdlatul Wathan dalam mengembangkan misi Islam rahmatan li al-âlamîn, Islam Nusantara yang menghargai budaya dan kearifan lokal. Di Pulau Bali, dapat disebutkan bahwa Organisasi Nahdlatul Wathan telah berkifrah mulai dari Singaraja dengan didirikannya madrasah-madrasah NW di Singaraja, terus di Tabanan terdapat juga madrasah NW yang dirintis oleh alumni-alumni Ma'had Darul Qur'an wa Al-hadits, begitu juga di Karang Asem ada lembaga pendidikan dan sosial yang didirikan oleh para abituren NW.
Ketujuh: Penyebaran NW di pulau Sumatera, Sumatera Utara Medan, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Riau, Lampung, dan seiring terbentuknya pengurus wilayah NW di masing-masing provinsi, tidak terlepas dari peran alumni MDQH NW yang terus berkiprah di bidang mereka masing masing.
Kedelapan: Penyebaran alumni di Pulau PAPUA. terbentuknya Pengurus Wilayah NW di Papua Barat, Papua tidak terlepas dari abituren NW, khususnya alumni-alumni MDQH yang merintis majelis-majelis pengajian, majlis ta'lim dan lembaga pendidikan lainnya. Intinya Peran sentral alumni MDQH NW sangat vital dan urgen dalam penyebaran panji-panji organisasi NW.
PERAN ALUMNI MA'HAD DARUL QUR'AN WAL HADIST SEBAGAI BENTENG PENEGAK AGAMA DAN PENYANGGA NKRI.
Alumni MDQH NW Laksana Ikhwanusshofa (Nahnu Ikhwanusshofa Kuluna alal wafa) sosok pejuang pantang menyerah yang selalu siap siaga dalam situasi apapun. Nah itulah Alumni MDQH NW yang diharapkan oleh Maulanassyaikh TGKH.M. Zainuddin Abdul Madjid. Visi mulia MDQH NW didirikan oleh Maulanassyyaikh bisa dilihat dan dianalisa dari shawalat Ishlahul ummah yang disebarluaskan menjadi ciri khas NW oleh Maulanassyaikh. Himmah NW harus maju ke depan untuk menjadi
Pertama: Mushlih : Reformer, pembaharu, pelurus ummat menuju kebaikan dunia dan akhirat (Allahumma ashlih ummata muhammadin sallalahu alaihi wasallam). Kedua: Alumni MDQH NW mampu menjadi Mufarrij: Problem solver/pemecah masalah, pengayom keberhasilan, penegak kesuksesan ummat. Inilah yang maulanassyaikh maksudkan dengan wafarrij an ummati muhammadin saw. Ketiga: alumni MDQH NW harus tampil sebagai Murhim, penyejuk ummat di mana pun berada. Keempat: Alumni MDQH NW harus mengambil bagian menjadi Munsyir: penyebar panji-panji organisasi. Kelima: almuni MDQH NW harus menjadi Muhfizh: Pemelihara organisasi dan agama dengan segala perangkat organisasi. Keenam: Muayyid pendukung dan pelopor terdepan dalam mendukung perjuangan NW. Inilah hal yang penting untuk mengawal perjuangan alumni MDQH NW menjadi Anjum Nahdhatil Wathan yang setia dan berjiwa murni.
Ma'had Darul Qur'an wal Hadis merupakan inspirasi dan motivasi Alumni MDQH NW guna harus tampil sebagai sosok ilmuan religius dalam masyarakat, yang sedikit tidak telah mendapatkan kepercayaan oleh masyarakat dan diakui sebagai pemimpin ummat ”kecil-kecilan" sesuai maqomnya, tentu dalam skala yang bersifat non-formal bahkan formal sekaligus dan tidak menutup kemungkinan alumni MDQH NW memiliki kewibawaan yang kerapkali melebihi pemimpin-pemimpin formal, Mutakharrijin-mutakharrijat (Alumni) NW bisa saja disegani, dipatuhi, dan juga dicintai oleh seluruh elemen masyarakat dalam stratum sosial yang sangat meragam pun.
Ma'had DQH adalah sebagai media dan sarana pembentuk kepemimpinan Para Mutakharrijin MDQH NW sebagai tokoh muda dalam kehidupan masyarakatnya dapat ditilik dari beberapa hal penting: Pertama, aspek intelektual, yang melatarbelakangi kepribadian Mutakhharrijin-Mutakharrijat MDQH NW. Aspek ini meliputi kriteria kema'hadan mereka, yang harus berupaya penguasaan ilmu-ilmu agama Islam, pengakuan masyarakat, karakteristik pribadi tercermin dalam moralitas yang dianutnya dan hubungan genealogis di mana tradisi kema'hadan NW dalam posisi ini masih terasa kuat. Kedua, aspek fungsional, yang berkaitan dengan peran nyata alumni Ma'had DQH NW secara konkrit dalam kehidupan masyarakatnya. Fungsi kepemimpinan alumni MDQH NW secara umum memiliki tiga sifat utama, Pertama, memimpin penyelenggaraan organisasi pada aspek kepemudaan. Kedua, menjadi tempat bertanya bagi masyarakat golongan muda dalam banyak hal. Ketiga, menjadi teladan dalam tingkah laku sosial (qudwah hasanah) dalam bidang kepemudaan karena para alumni MDQH NW secara umum masih banyak yan muda, meskipun juga banyak alumni MDQH NW yang sudah senior. Ketiga, aspek kekerabatan, yakni membentuk jaringan kepemimpinan antarkeluarga alumni MDQH NW yang terorganisir dalam wadah Ikatan Mutakharrijin MA'HAD NW (Ittihadul Mutakharrijin Ma'had) yang kemudian disingkat IMAM NW. Cara praktis yang mereka tempuh untuk membangun solidaritas dan kerjasama tersebut adalah: mengembangkan suatu tradisi bahwa kelurga yang terdekat harus menjadi calon kuat pengganti kepemimpinnya, kepemimpinan ini berlaku dalam kepemimpinan pesantren. Mengembangkan suatu jaringan aliansi perkawinan endegonis (satu lingkungan) antarkeluarga ulama/tuan guru. Mengembangkan tradisi transmisi keilmuan pengetahuan dan rantai transmisi intelektual antara tuan guru dan keluarganya. Dengan cara ini para tuan guru saling terjalin dalam ikatan kekerabatan yang intensitas teli-temalinya sangat kuat. Semakin masyhur kedudukan seorang tuan guru, semakin luas jaringan kekerabatannya dengan ulama lain.
Fungsi ke-Alumni Kema'hadan- ini terwujud dalam empat bentuk kepemimpinan, yaitu; pertama, Mutakharrijin MDQH NW tampil sebagai pemimpin masyarakat (community leader), jika ditampilkan dalam kepemimpinan organisasi kemasyarakatan atau bahkan "organisasi politik". Kedua, Mutakharrijin MDQH NW sebagai pemimpin keilmuan (intellectual leader), jika ditampilkan dalam kepemimpinan pendidikan/pengajaran atau sebagai penceramah/da'i/ atau muballigh. Ketiga, Alumni MDQH NW bisa memberikan kepemimpinan kerohanian (spiritual leader), jika ditampilkan dalam kegiatan peribadatan, seperti sebagai imam dan khatib di masjid-masjid atau sebagai guru agama. Keempat, pemimpin administrasi (administrative leader), jika berperan dalam lembaga-lembaga pendidikan dengan pengelolaan yang terorganisir secara modern.
Pembentukan proses kepemimpinan para Alumni MDQH NW di atas dapat terwujud secara terpisah sendiri-sendiri, tetapi dapat juga secara gabungan dalam diri seorang Abituren NW, dalam kapasitas dan intensitas yang berlainan. Ketiga, aspek status sosial, baik yang bersifat universal maupun status faktual yang dihayati masing-masing.
Ma'had DQH NW adalah lembaga pergolakan intelektual Mutakharrijin MDQH NW dalam sudut pandang masyarakat sipil (civil society). Dalam aspek status sosial, Mutakharrijin MDQH NW bisa dilihat dalam dua kategori besar, yaitu: a) Alumni MDQH NW yang mempunyai status sosial vertikal, sebagai tokoh organisasi dengan suatu hirarki yang jelas, baik dalam ukuran lokal, regional,nasional bahkan bisa level international. b). Alumni MDQH NW yang mempunyai status sosial horizontal, yang umumnya berpusat di Lembaga pesantren-pesantren. Mutakharrijin MDQH NW tidak menduduki jabatan-jabatan formal dalam organisasi kemasyarakatan, tetapi ada pengaruh yang mendalam pada masyarakat.
Pola kepemimpinan dalam Ma'had DQH NW dapat pula dianalisis melalui enam ciri-ciri utama kepemimpinan sebagaimana yang dikatakan oleh Hickman dan Tinus, yang kemudian dikutip oleh Riswandi Imawan, Pertama, Intelectual capacity, yang berhubungan dengan kepandaian dan ketajaman otak seseorang untuk mengatur dan merencanakan gerak organisasi yang dipimpinnya. Kedua, self significance, yakni perasaan dirinya penting untuk membantu menvapai tujuan kelompok. Ketiga, cavability, yang menunjuk kepada semangat kerja dan kesehatan seseorang. Keempat, training, tambahan yang diterima seseorang agar memiliki kemampuan yang lebih baik daripada orang lain. Kelima, experince, yaitu pengalaman memimpin yang dimiliki seseorang sekalipun pada kelompok kecil. Keenam, refutation, yaitu refutasi yang dimiliki seseorang dalam menyelesaikan tugasnya dengan tanpa cacat atau tercela.
Substansi peran yang dimainkan Alumni MDQH NW dalam membentuk masyarakat yang memiliki peradaban atau yang lazim disebut masyarakat madani atau civil society pada skala yang lebih menyeluruh dalam sketsa sosial masyarakat Lombok yang semestinya melalui jalur-jalur afiliasi sosial yang lebih dominan; dan dalam hal ini tentu saja NW adalah salah satu di antara yang paling determinan. Akan tetapi untuk pertama-tama, civil society haruslah dibawa ke haribaan NW dengan berbagai pengertian yang secara keagamaan, kultur dan kepentingan yang lebih besar bersifat sejajar dapat diterima oleh semua kalangan. Dalam perkembangannya, memang civil society adalah terma dan diskursus sosial yang sangat fleksibel, mengingat berbagai pengertiannya yang banyak mengalami reduksi, sesuai dengan kondisi dan situasi tempatnya diterapkan. Di kalangan NW sendiri, terdapat banyak sekali yang masih berhati-hati dengan kehadiran berbagai pengaruh sosial dari luar serta tetap berkomitmen dalam konservasi tata-nilai dan stabilitas sosial warga NW. Oleh karena itu terlebih dahulu civil society haruslah dipahami secara lebih positif, tidak dapat hanya dipandang sebagai sesuatu paham yang datang dari Barat dengan segudang misi-misi spesifik yang mengandung liberalisme, sekularisme, kebebasan yang tak terkendali, hingga feminisme yang mungkin saja langsung termentahkan bahkan sebelum terelaborasi secara lebih ilmiah.
Artinya adalah Nahdhatul Wathan-Alumni MDQH NW adalah penggerak utama dalam mewujudkan peradaban kemanusian- peradaban keagamaan- peradaban intelektual yang terkandung maksud dari makna masyarakat madani masyarakat tamaddun yang mampu mengintegrasikan konteks keagamaan kontek budaya lokal dan kearifan sosial. Nah Alumni MDQH NW tentu dituntut untuk maju di garda terdepan untuk mengembangkan dialektika masyarakat madani yang lebih progresif dan inovatif. sehingga ke depan NW dan ALUMNI MDQH NW di manapun berada mampu mewarnai corak keragaman masyarakat Islam di Nusantara. Para alumni MDQH Nahdhatul Wathan diharapkan mampu mengembangkan peran dan fungsinya di Organisasi NW yang tentu saat ini masih bermetamorfosis untuk "MENJADI" dan NW berada di pundak IMAM NW (Ikatan Mutakharrijin Ma'had NW) di belakang hari nanti setelah tuntas meraih prestasi.
Itulah sekelumit tentang Ma'had Darul Qur'an wal Hadist al-Majidiyah al-Syafiiyyah NW yang saat ini telah berusia 57 Tahun. Selamat Reoni Akbar yang angkatan 1-56Ma'hadku tercinta-semoga barokah sepanjang masa) Amin. (Dari Alumni MDQH angkatan ke-33. terkenang 25 Tahun yang lalu.
(Direvisi ulang dari Tanah Suci Makkah al-Mukarramah 1443 H).
فخرالرازى دحلان اسناوى سعيد
Disadur dari Beranda facebook Prof. Dr. Fahrurrozi Dahlan MA.
0 comments