Perdebatan terkait pemakaman transgender mengemuka di media sosial setelah salah seorang figur publik yang melakukan transgender (dari laki-laki ke perempuan) menyampaikan wasiat agar diperlakukan sebagai perempuan ketika dia meninggal dunia.
Bagaimanakah pandangan Lembaga Mabhas Masyakil Nahdlatul Wathan tentang cara pengurusan (memandikan & menyolatkan, dan menguburkan) jenazah transgender ?
Berikut jawaban TGH. Lalu Anas Hasyri, Ketua Lembaga Mabhast Masyaki Nahdlatul Wathan.
TGH. Lalu Anas Hasyri mengatakan bahwa seorang transgender ketika meninggal dunia maka jenazahnya harus diurus sebagaimana jenis kelamin asalnya. Jika lahir sebagai laki-laki maka dimandikan oleh kaum laki-laki juga. Demikian juga sebaliknya, bila lahir sebagai wanita maka diurus oleh kalangan wanita.
"Pengurusannya secara laki-laki kembali kepada jenis kelamin asalnya," jelas TGH. Lalu Anas Hasyri dalam wawancara dengan tim media PWK NW Mesir, Kamis (3/2/2022).
Hadits ini secara tegas menyatakan bahwa baginda Nabi SAW melaknat terhadap perilaku takhannus dan tarajjul yang memastikan bahwa perbuatan tersebut hukumnya haram. Di antara alasan dan hikmah larangan atas perbuatan seperti ini adalah menyalahi kodrat yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Berikut jawaban TGH. Lalu Anas Hasyri, Ketua Lembaga Mabhast Masyakil Nahdlatul Wathan dan Dewan Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Wathan terkait hal demikian.
Tetap wajib untuk di mandikan dan dikafani jika mampu, akan tetapi jika tidak mampu maka jenazah tersebut boleh untuk tidak dimandikan dan dikafani. Namun jenazahnya tetap wajib untuk dishalatkan.
Lalu bagaimana terkait dengan penguburan jenazah yang dalam keadaan bencana, apakah boleh menguburkannya dalam satu liang lahat?
Hal tersebut bisa dilakukan secara massal dan tidak perlu dipisahkan antara pria dan wanita. Dalilnya adalah,
لا يكلّف الله نفساً إلاّ وسعها
Allah tidak membebankan kepada seseorang (kewajiban) kecuali sesuai dengan kemampuannya (QS Al Baqarah : 286).
Ini juga sesuai dengan kaidah fikih :
الضرورات تبيح المحظورات
Kondisi darurat membolehkan hal hal yang diharamkan.
Bila kondisi darurat mengharuskan dua jenazah dikumpulkan dalam satu liang kubur, seperti jenazahnya banyak dan sulit menyediakan satu liang kubur untuk masing-masing jenazah karena arenanya terbatas, maka dua jenazah, tiga dan selebihnya boleh dikumpulkan sesuai kondisi daruratnya.
Sumber :
Abdul Malik S.R. 2021. “Fikih Kebencanaan”. Hasil Wawancara Pribadi: 13 Desember 2021, via Aplikasi WhatsApp.